tag:blogger.com,1999:blog-35637493587312205592024-03-13T21:02:23.624-07:00AGReeCULTUReblog ini tercipta karena memenuhi tugas BAPAK Dr.Ir.H.Anton Muhibuddin pada mata kuliah Teknologi ProdukSi Tanaman,semoga bermanfaat..
ANAS RIZKI BACHTIAR (0810440011)
AGRIBISNIS BAnas Rizki Bachtiarhttp://www.blogger.com/profile/01888794773012252128noreply@blogger.comBlogger3125tag:blogger.com,1999:blog-3563749358731220559.post-47238667814474481732010-01-02T18:44:00.000-08:002010-01-02T18:51:01.417-08:00MUSUH ALAMI<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://1.bp.blogspot.com/_jYObwBOo91M/S0AFQnkoFVI/AAAAAAAAAC4/e6pNjwZBZWU/s1600-h/a1.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 247px; height: 300px;" src="http://1.bp.blogspot.com/_jYObwBOo91M/S0AFQnkoFVI/AAAAAAAAAC4/e6pNjwZBZWU/s320/a1.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422339734412727634" border="0" /></a><br />Musuh alami itu salah satu cara pengendalian yang cukup bagus diterapkan di Indonesia. Walaupun butuh waktu yang lama supaya gulma mati / terkendali, tetapi musuh alami termasuk pengendali yang ramah terhadap lingkungan. Teatapi perlu juga dipelajari apa akibatnya apabila musuh alami berlimpah. [Kirstina Simamora, C54060235]<br /><br />penggunaan musuh alami sekarang ini di Indonesia sangat perlu dikembangkan lagi. kebanyakan petani Indonesia masih menggunakan bahan kimia yang sangat membahayakan lingkungan, mungkin mereka menggunakan itu dikarenakan harganya masih terjangkau dan kurang tahunya para petani terhadap adanya metode yang lebih aman yaitu menggunakan agen biologi yaitu musuh alami. oleh karena itu, kita sebagai orang yang berpendidikan perlu mengadakan penyuluhan guna memberikan wawasan tentang penggunaan musuh alami supaya lingkungan atau ekosistem dapat berjalan aman dan alami. [Azim Kholis, G24070036]<br /><br />penggunaan musuh alami cukup efektif digunakan karena tidak mengeluarkan biaya yang besar. kita hanya cukup mendatangkan musuh alami tersebut ke perkebunan tanpa merusak lingkungan. karena pemberantasan gulma dengan pemangkasan memerlukan waktu lama dan gulma tidak akan mati karena kita hanya memangkasnya saja. sedangkan penggunaan herbisisda, yaitu menggunakan bahan kimia, dapat merusak lingkungan atau ekosistem, mengakibatkan polusi, dan biayanya besar. meskipun begitu, musuh alami harus tetap dipantau agar tidak menimbulkan kerusakan lingkungan baru. [Dilla Angraina, G24070034]<br /><br />menurut saya, penggunaan musuh alami di Indonesia masih kurang disosialisasikan. karena banyak orang yang masih menggunakan obat-obatan kimia seperti pestisida dan herbisida dalam melakukan perawatan tanaman. padahal musuh alami lebih ramah lingkungan dari pada bahan kimia sintetik yang notabene menyebabkan polusi, harga mahal, serta dapat mengurangi unsur hara tanah. seharusnya departemen pertanian / pihak pemerintah rajin memberi sosialisai para petani Indonesia agar menggunakan musuh alami, sehingga nantinya lingkungan kita lebih sehat dan tidak terkontaminasi oleh bahan kimia yang berbahaya bagi makhluk hidup. [Firdana Ayu Rahmawati, G24070030]<br /><a name='more'></a><br />menurut saya, kurangnya minat rakyat pertanian dalam penggunaan musuh alami karena kurangnya sosialisasi dan pendidikan tentang pertanian kepada masyarakat tentang pertanian kepada masyarakat pertanian yang rata-rata miskin atau menengah ke bawah. bagaimana tidak, lulusan IPB saja pada melanglang buana pekerjaannya ke perbankkan, penyiaran, dll. bukan turun jadi petani. jadi pendidikan gulma di kampus diterapkan di bank. [Rini Utami M, G24070006]<br /><br />penggunaan msusuh alami di Indonesia baik selama dilakukan penelitian terhadapa jenis musuh alami yang digunakan, di mana musuh alami tidak menyebabkan kerugian bagi organisme atau faktor abiotik lainnya. selain itu, musuh alami sebaiknya dikembangkan oleh Indonesia sendiri, tidak diimpor terus menerus dari luar negeri. [Rizka Rahma Dewi, C54063418]<br />musuh alami di Indonesia kurang efektif akrena banyaknya lahan prtanian di Indonesia yang sudah habis dilalap pleh hama. musuh alami hanya mengurangi beberapa persen perkembangbiakan hama. akan tetapi sudah cukup lumayan. selain itu, musuh alami juga masih mempunyai musuh. oleh karena itu, musuh alami perlu dikembangkan untuk membantu pembasmian hama. [Rendra Edwuard, G24070063]<br /><br />tidak selamanya penggunaan musuh alami itu baik atau selalu bermanfaat. terkadang juga dapat menjadi masalah. tetapi mungkin dengan ketelitian yang lebih baik lagi musuh alami dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin. [Kristian I, G24070042]<br /><br />pengawasan penggunan tidak terlalu ketat di mana cenderung musuh alami itu malah berkembang terlalu pesat dan merusak keseimbangan ekologi. ini menjadi masalah baru yang harus dicari solusinya. maka untuk mengurangi kemungkinan ini, pengujian, pengawasan, serta perijinan terhadap musuh alami harus diperhatikan dan dilaksanakan. jangan hanya karena akan mengurangi penggunaan unusr kimiawi saja sebagai solusi, kita malah merusak keseimbangan ekologi dengan menggunakan solusi musuh alami yang berlum teruji aman. [Fitrie Atviana N, G24070001]<br /><br />penggunanan musuh alami kurang efektif karena dapat menyebabkan semakin banyaknya tumbuhan pengganggu/ parasit baru... apalagi di Indonesia di mana manusianya kurang disiplin terhadap suatu hal dan sukanya berlebihan. [Adita Dwi N, C54062990]Anas Rizki Bachtiarhttp://www.blogger.com/profile/01888794773012252128noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-3563749358731220559.post-61034519347170385132010-01-02T18:26:00.000-08:002010-01-02T18:34:51.400-08:00Pemanfaatan Senyawa Kimia Alami Sebagai Alternatif Pengendalian Hama Tanaman<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="http://3.bp.blogspot.com/_jYObwBOo91M/S0AB9ifW4bI/AAAAAAAAACw/lWncr8tX32s/s1600-h/pestisida-300x202.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 247px; height: 221px;" src="http://3.bp.blogspot.com/_jYObwBOo91M/S0AB9ifW4bI/AAAAAAAAACw/lWncr8tX32s/s320/pestisida-300x202.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5422336108096053682" border="0" /></a><br />Kata Kunci: feromon, hama tanaman, pestisida, senyawa atsiri<br /><br />Ditulis oleh Elda Nurnasari pada 11-05-2009<br /><br /><img src="file:///C:/Users/ACER45%7E1/AppData/Local/Temp/moz-screenshot.png" alt="" /><img src="file:///C:/Users/ACER45%7E1/AppData/Local/Temp/moz-screenshot-1.png" alt="" />Penggunaan pestisida kimia dalam pengendalian hama tanaman saat ini banyak menimbulkan dampak negatif. Masalah pencemaran lingkungan merupakan akibat yang jelas terlihat, selain itu penggunaan pestisida secara terus menerus juga dapat menyebabkan resistensi hama dan bahkan meninggalkan residu pestisida pada produk hasil pertanian yang bisa berbahaya apabila dikonsumsi manusia. Oleh karena itu diperlukan upaya pengendalian hama secara ramah lingkungan, seperti penggunan pestisida nabati atau biopestisida.<br /><br />Selain dengan pestisida nabati ada salah satu cara pengendalian hama tanaman secara ramah lingkungan yaitu dengan memanfaatkan senyawa-senyawa kimia yang terdapat dalam tumbuhan dan serangga (hama). Serangga menggunakan senyawa kimia untuk berkomunikasi dengan serangga lain, demikian juga dengan tumbuhan memiliki senyawa kimia yang dikeluarkan untuk menarik serangga penyerbuk (attractant), ataupun untuk mempertahankan diri (protectant). Dengan memanipulasi senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh serangga ataupun tanaman diharapkan akan dapat menurunkan populasi hama dengan cara menghambat kehadiran hama tersebut dalam suatu areal pertanaman budidaya.<br /><a name='more'></a><br />Sebelum dijelaskan tentang cara memanipulasi senyawa kimia yang disekresikan oleh serangga dan tumbuhan untuk pengendalian hama, perlu diketahui terlebih dahulu mengenai jenis-jenis senyawa kimia tersebut. Senyawa-senyawa kimia yang digunakan oleh serangga untuk berkomunikasi dengan serangga lain ataupun dengan tumbuhan diantaranya adalah:<br /><br />1. Feromon, merupakan bahan yang disekresikan oleh organisme, dan berguna untuk berkomunikasi secara kimia dengan sesamanya dalam spesies yang sama. Berdasarkan fungsinya ada dua kelompok feromon yaitu:<br /><br />a. Feromon “releaser”, yang memberikan pengaruh langsung terhadap sistem syaraf pusat individu penerima untuk menghasilkan respon tingkah laku dengan segera. Feromon ini terdiri atas tiga jenis, yaitu feromon seks, feromon jejak, dan feromon alarm.<br /><br />b. Feromon primer, yang berpengaruh terhadap system syaraf endokrin dan reproduksi individu penerima sehingga menyebabkan perubahan-perubahan fisiologis.<br /><br />2. Allomon, adalah suatu senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang dilepas oleh suatu organisme dan menimbulkan respon pada individu spesies lain. Organisme pelepas memperoleh keuntungan, sedang penerimanya dirugikan. Bagi tumbuhan, allomon ini dapat dipakai sebagai sifat pertahanan dari serangan serangga herbivora. Allomon dapat juga dilepaskan oleh serangga untuk menolak predator.<br /><br />3. Kairomon, adalah suatu senyawa kimia atau campuran senyawa kimia yang dilepas oleh suatu organisme dan menimbulkan respon fisiologis dan perilaku pada individu spesies lain. Senyawa kimia tersebut menimbulkan keuntungan adaptif bagi serangga, individu penerima. Sebagai contoh adalah kairomon yang dihasilkan tanaman jagung, yaitu tricosan, yang dapat menarik Trichogramma evanescens agar dapat menemukan inangnya, yaitu telur Helicoverpa zea.<br /><br />4. Apneumon, adalah senyawa kimia yang menjadi penghubung antara serangga dengan benda mati. Serangga tersebut terus berkembang biak dengan suburnya dan menjadi makanan beberapa spesies predator.<br /><br />5. Sinomon, adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh organisme yang dapat menimbulkan respon fisiologis atau perilaku yang memberikan keuntungan adaptif pada kedua belah pihak.<br /><br />Teknik pemanfaatan senyawa-senyawa kimia tersebut sebagai salah satu alternatif pengendalian hama tanaman adalah sebagai berikut.<br /><br />A. Pemanfaatan senyawa feromon sintesis (feromoid)<br /><br />Senyawa feromon seks beberapa spesies serangga telah diidentifikasi, dan telah pula dibuat sintesisnya antara lain Spodoptera litura. Serangga hama yang lain adalah Helicoverpa armigera dengan bentuk senyawa (z,z)-13, 15-oktadekadiena-1-ol asetat dan (z,z)-11, 13-oktadekadiena-1-ol asetat. Senyawa kimia feromon seks Lasioderma serricorne (F.) telah pula diidentifikasi dan dikarakterisasi dengan bentuk senyawa 4,6-dimetil-7-hidroksinonan-3-one. Pemanfaatan feromoid (feromon sintesis) selain untuk memantau populasi juga dapat untuk mengacaukan perkawinan (mating disruption). Dengan kacaunya perkawinan maka tidak banyak telur yang bisa menetas sehingga populasi tertekan. Teknologi ini telah digunakan untuk mengendalikan Plutella xylostella pada kubis, Pectinophora gossypiella (Saund.) pada kapas, serta Grapholita funebrana (F.) dan G. prumifora (F.) pada apel.<br /><br />B. Pola tanam tumpangsari dan tanaman perangkap<br /><br />Sistem tumpangsari sering menyebabkan penurunan kepadatan populasi hama dibanding system monokultur, hal ini disebabkan karena peran senyawa kimia mudah menguap (atsiri) yang dilepas dan gangguan visual oleh tanaman bukan inang akan mempengaruhi tingkah laku dan kecepatan kolonisasi serangga pada tanaman inang. Sebagai contoh, tanaman bawang putih yang ditanam diantara tanaman kubis dapat menurunkan populasi Plutella xylostella yang menyerang tanaman kubis tersebut. Hal ini karena senyawa yang dilepas oleh bawang putih tidak sama dengan senyawa yang dilepas tanaman kubis sehingga P. xylostella kurang menyukai habitat tanaman tumpangsari tersebut. Tanaman bawang putih melepas senyawa alil sulfida yang diduga dapat mengurangi daya rangsang senyawa atsiri yang dilepas kubis atau bahkan dapat mengusir hama tersebut.<br /><br />Penanaman tanaman perangkap di antara tanaman utama juga mulai diterapkan untuk mengendalikan populasi hama. Mekanisme yang terjadi adalah adanya daya tarik yang lebih kuat dari tanaman perangkap dibanding tanaman utama sehingga hama lebih menyukai berada pada tanaman perangkap tersebut. Salah satu tanaman yang mampu menarik serangga hama dan musuh alaminya adalah jagung. Tanaman jagung sebagai perangkap telah berhasil diterapkan untuk mengendalikan Helicoverpa armigera pada kapas.<br /><br />C. Pemasangan Senyawa / Minyak Atsiri<br /><br />Prinsip dasar teknik ini sama dengan pola tanam tumpangsari. Perbedaannya, pada teknik ini tidak perlu menanam tanaman sela di antara tanaman utama, melainkan hanya memasang senyawa atsiri, baik sintetis maupun hasil ekstraksi alami (minyak atsiri), di tempat-tempat tertentu pada areal tanaman budidaya. Sampai saat ini senyawa atsiri yang paling banyak digunakan adalah metil eugenol sebagai perangkap hama lalat buah jantan. Senyawa 1,8-cineole yang merupakan senyawa penarik bagi hama pisang, yaitu kumbang Cosmopolites sordidus. Selain untuk mengendalikan hama yang menyerang pertanaman, senyawa atsiri juga telah diuji untuk mengendalikan hama gudang. Senyawa phenol thymol dan carvacrol yang berasal dari tanaman Thymus serpyllum serta terpinen-4-ol yang berasal dari Origanum majorama dapat digunakan sebagai fumigan uintuk hama kumbang kedelai Acanthoscelides obtectus. Eugenol yang berasal dari bunga cengkeh efektif terhadap hama Tribolium castaneum, Sitophilus zeamais, dan Prostephanus truncatus. Dengan demikian senyawa-senyawa atsiri ini nantinya diharapkan dapat digunakan untuk menggantikan bahan fumigasi kimia yang telah diaplikasikan selama ini di gudang-gudang penyimpanan. Penelitian dalam skala komersial perlu dilakukan untuk membuktikan efektifitas teknologi ini.<br /><br />D. Pemanfaatan sampah/ bahan organik<br /><br />Teknik ini memanfaatkan senyawa apneumon sebagai senyawa kimia penghubung antara serangga dengan benda mati. Sampah sebagai sarang musuh alami, khususnya predator, tampaknya belum terpikirkan untuk sarana pengendalian hama. Sampah (bekas gulma yang disiang) merupakan media hidup yang baik bagi musuh alami. Sampah yang lapuk tersebut sebenarnya merupakan media hidup mikroorganisme yang menjadi makanan predator. Akibatnya populasi hama tanaman dapat ditekan dengan meningkatnya predator tersebut. Contoh yang lain adalah kumbang kelapa Oryctes rhinoceros L. yang meletakkan telurnya pada kotoran sapi yang sudah lapuk atau tumpukan batang kelapa yang lapuk. Dengan demikian akan terjadi akumulasi larva pada satu tempat, khususnya apabila disediakan perangkap, sehingga pengendalian mekanis mudah, murah dan cepat dilakukan.<br /><br />Dengan menerapkan teknik-teknik tersebut pada lahan pertanian diharapkan dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia yang kita tahu banyak minimbulkan dampak negatif. Selain itu juga menghemat biaya untuk pengendalian hama tanaman.<br /><br />REFERENSI<br /><br />Istianto, Mizu. 2007. Pemanfaatan Minyak/Senyawa Atsiri Dalam Pengendalian Populasi Hama Tanaman, (Online) http://horticlinic.blogspot.com<br /><br />Mudjiono, G. 1998. Hubungan Timbal Balik Serangga Tumbuhan. Evolusi Serangga-Tumbuhan. LPFP. Unibraw. 96p<br /><br />Soebandrijo. 1999. Pemanfaatan Hubungan Timbal Balik Antara Serangga Fitofagus dan Tumbuhan Sebagai Alternatif Pengelolaan Serangga Hama Tembakau. Prosiding Semiloka Teknologi Tembakau. Balai Penelitian Tembakau dan Tanaman Serat. Malang<br /><br />Soebandrijo dan G. Kartono. 1982. Sarang dan Populasi Pra-Dewasa Penggerek Pucuk Kelapa. Pemberitaan Penelitian Tanaman Industri VII (41):17-20Anas Rizki Bachtiarhttp://www.blogger.com/profile/01888794773012252128noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-3563749358731220559.post-85387072980351907172010-01-02T00:23:00.000-08:002010-01-02T06:23:52.879-08:00Dampak Negatif dari Penggunaan Pestisida KimiaPetani selama ini tergantung pada penggunaan pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Selain yang harganya mahal, pestisida kimia juga banyak memiliki dampak buruk bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Dampak negatif dari penggunaan pestisida kimia antara lain adalah:<br /><br /> 1. Hama menjadi kebal (resisten)<br /> 2. Peledakan hama baru (resurjensi)<br /> 3. Penumpukan residu bahan kimia di dalam hasil panen<br /> 4. Terbunuhnya musuh alami<br /> 5. Pencemaran lingkungan oleh residu bahan kimia<br /> 6. Kecelakaan bagi pengguna<br /><br />Kira-kira sudah berapa lama petani menggunakan pestisida kimia ini? Jadi bisa dibayangkan sendiri akibatnya bagi tanah pertanian di Indonesia. Aku pernah melihat sendiri bagaimana petani awam menggunakan pestisida kimia ini. Sungguh sangat berlebihan. Ketika aku tanyakan padanya mengapa dia menggunakannya dengan dosis sangat tinggi, jawabnya:”kalau tidak banyak ngak manjur”. Nah..lho…!!!!<br /><br />Keunggulan dan Kekurangan Pestisida Nabati<br /><a name='more'></a><br />Alam sebenarnya telah menyediakan bahan-bahan alami yang dapat dimanfaatkan untuk menanggulangi serangan hama dan penyakit tanaman. Memang ada kelebihan dan kekurangannya. Kira-kira ini kelebihan dan kekurangan pestisida nabati.<br /><br />Kelebihan:<br /><br /> 1. Degradasi/penguraian yang cepat oleh sinar matahari<br /> 2. Memiliki pengaruh yang cepat, yaitu menghentikan napsu makan serangga walaupun jarang menyebabkan kematian<br /> 3. Toksisitasnya umumnya rendah terhadap hewan dan relative lebih aman pada manusia dan lingkungan<br /> 4. Memiliki spectrum pengendalian yang luas (racun lambung dan syaraf) dan bersifat selektif<br /> 5. Dapat diandalkan untuk mengatasi OPT yang telah kebal pada pestisida kimia<br /> 6. Phitotoksitas rendah, yaitu tidak meracuni dan merusak tanaman<br /> 7. Murah dan mudah dibuat oleh petani<br /><br />Kelemahannya:<br /><br /> 1. Cepat terurai dan daya kerjanya relatif lambat sehingga aplikasinya harus lebih sering<br /> 2. Daya racunnya rendah (tidak langsung mematikan bagi serangga)<br /> 3. Produksinya belum dapat dilakukan dalam jumlah besar karena keterbatasan bahan baku<br /> 4. Kurang praktis<br /> 5. Tidak tahan disimpan<br /><br />Fungsi dari Pestisida Nabati<br /><br />Pestisida Nabati memiliki beberapa fungsi, antara lain:<br /><br /> 1. Repelan, yaitu menolak kehadiran serangga. Misal: dengan bau yang menyengat<br /> 2. Antifidan, mencegah serangga memakan tanaman yang telah disemprot. Rasanya ngak enak kali….<br /> 3. Merusak perkembangan telur, larva, dan pupa<br /> 4. Menghambat reproduksi serangga betina<br /> 5. Racun syaraf<br /> 6. Mengacaukan sistem hormone di dalam tubuh serangga<br /> 7. Atraktan, pemikat kehadiran serangga yang dapat dipakai pada perangkap serangga<br /> 8. Mengendalikan pertumbuhan jamur/bakteri<br /><br />Bahan dan Cara Umum Pengolahan<br /><br /> * Bahan mentah berbentuk tepung (nimbi, kunyit, dll)<br /> * Ekstrak tanaman/resin dengan mengambil cairan metabolit sekunder dari bagian tanaman tertentu<br /> * Bagian tanaman dibakar untuk diambil abunya dan dipakai sebagai insektisida (serai, tembelekan/Lantana camara)<br /><br />Contoh beberapa tanaman yang dapat dimanfaatkan sebagai pestisida nabati:<br />Link terkait: Pestisida nabati<br /><br />MIMBA (Azadirachta indica)<br /><br />Mengandung senyawa aktif azadirachtin, meliantriol, dan salanin. Berbentuk tepung dari daun atau cairan minyak dari biji/buah. Efektif mencegah makan (antifeedant) bagi serangga dan mencegah serangga mendekati tanaman (repellent) dan bersifat sistemik. Mimba dapat membuat serangga mandul, karena dapat mengganggu produksi hormone dan pertumbuhan serangga.<br /><br />Mimba mempunyai spectrum yang luas, efektif untuk mengendalikan serangga bertubuh lunak (200 spesies) antara lainL belalang, thrips, ulat, kupu-kupu putih, dll. Disamping itu dapat juga untuk mengendalikan jamur (fungisida) pada tahap preventif, menyebabkan spora jamur gagal berkecambah. Jamur yang dikendalikan antara lain penyebab: embun tepung, penyakit busuk, cacar daun/kudis, karat daun dan bercak daun. Dan mencegah bakteri pada embun tepung (powdery mildew). Ekstrak mimba sebaiknya disemprotkan pada tahap awal dari perkembangan serangga, disemprotkan pada dun, disiramkan pada akar agar bisa diserap tanaman dan untuk mengendalikan serangga di dalam tanah.<br /><br />AKAR TUBA (Deris eliptica)<br /><br />Senyawa yang telah ditemukan antara lain adalah retenon. Retenon dapat diekstrak menggunakan eter/aseton menghasilkan 2 – 4 % resin rotenone, dibuat menjadi konsentrat air. Rotenon bekerja sebagai racun sel yang sangat kuat (insektisida) dan sebagai antifeedant yang menyebabkan serangga berhenti makan. Kematian serangga terjadi beberapa jam sampai beberapa hari setelah terkenal rotenone. Rotenon dapat dicampur dengan piretrin/belerang. Rotenon adalah racun kontak (tidak sistemik) berpspektrum luas dan sebagai racun perut. Rotenon dapat digunakan sebagai moluskisida (untuk moluska), insektisida (untuk serangga) dan akarisida (tungau).<br /><br />TEMBAKAU<br /><br />Senyawa yang dikandung adalah nikotin. Ternyata nikotin ini tidak hanya racun untuk manusia, tetapi juga dapat dimanfaatkan untuk racun serangga Daun tembakau kering mengandung 2 – 8 % nikotin. Nikotin merupakan racun syaraf yang bereaksi cepat. Nikotin berperan sebagai racun kontak bagi serangga seperti: ulat perusak daun, aphids, triphs, dan pengendali jamur (fungisida).Anas Rizki Bachtiarhttp://www.blogger.com/profile/01888794773012252128noreply@blogger.com0